hey anugrah!


[Cerpen] Pohon Rokok

untuk perokok sejati

Entah sudah berapa lama Anto hidup di hutan belantara ini. Dia tidak pernah punya jam tangan. Dia juga tidak sempat menghitung berapa kali matahari terbit, terlalu sibuk bertahan hidup. Rambutnya yang dulu cepak kini sudah sebahu acak-acakan. Perutnya sudah tidak buncit, digantikan otot-otot kering bak kuli bangunan.

Anto sampai di hutan ini ketika dia sengaja masuk ke sebuah terowongan kereta dengan plang yang bertuliskan “Menuju Hutan Rimba”. Biasanya tidak ada tulisan apapun, hanya pakis liar dan lumut yang setia menempel di mulut dinding terowongan, maklum saja, sudah lama terbengkalai. Sore sepulang kerja, Anto berjalan menuju halte yang berada tak jauh dari terowongan. Tak sengaja dia melihat plang.

Dengan mencibir sinis, Anto mendekati terowongan, “Apaan sih? Masa ada hutan rimba di tengah kota gini?”

Hanya butuh satu langkah untuk membuat Anto tiba-tiba masuk ke hutan. Seperti jarum yang didekati magnet, Anto terhisap kuat. Mulai saat itu Anto terpaksa tinggal di hutan.

Marah? Tentu. Berkali-kali Anto mencoba untuk keluar dari hutan, namun tidak pernah ada titik terang. Setelah Anto teringat film Into the Wild yang digemarinya, dia mulai ikhlas. Sekarang dia ingin tidur. Melepas lelah dan berharap mimpi indah.

Kini dia bersandar pada batang pohon rimbun tepat ketika matahari berada di atas kepalanya. Baru saja Anto memejamkan mata dan ingin segera memulai tidurnya, sebungkus rokok jatuh menimpa kepalanya. Anto mengambil bungkusan rokok itu. “Gudang Garda” tertulis di bungkusnya. Mungkinkah ada orang selain dia di hutan ini?

Betapa kagetnya Anto ketika dia menoleh ke atas untuk tahu siapa yang menjatuhkan rokok. Dia melihat bungkus-bungkus rokok bergelantungan di dahan pohon, seperti buah. Dengan rasa penasaran, Anto memanjat pohon, kakinya sigap menumpu pada dahan-dahan yang sanggup diraih. Ternyata ini pohon yang berbuah rokok.

Anto memetik beberapa bungkus rokok. Ada bungkus yang berwarna merah, ada juga yang berwarna hijau. Semuanya bertuliskan merek yang sama. Anto tidak bisa membuka yang berwarna hijau, sepertinya belum matang. Yang merah berisi rokok-rokok dengan harum tembakau yang menggoda. Selama di hutan, Anto belum merokok lagi setelah bungkusan rokok terakhirnya habis di hari kedua. Padahal dia perokok berat. Dia bisa menghabiskan dua sampai tiga bungkus rokok per hari. Pohon rokok ini serasa surga. Anto hanya butuh korek api atau geretan atau kompor untuk menyalakan rokoknya. Sialnya dia tidak punya semua itu. Barang-barang Anto sebatas hanya apa yang menempel di badannya. Kemarin, tas ranselnya hanyut ketika dia berusaha menyebrangi sungai besar.

Anto berfikir, apabila ada pohon rokok pasti ada pohon korek. Dengan semangat baru yang didorong oleh bungkusan-bungkusan rokok yang bergelantungan indah, Anto lalu berjalan lagi melupakan kantuknya untuk mencari pohon korek. Seharian berjalan berputar-putar di hutan, dia tidak menemukan pohon korek. Tiba-tiba dia ingat satu video tutorial membuat api yang pernah ditontonya di Youtube. Anto lekas mencari beberapa kayu dan daun kering. Dia lalu menggesekkan kayu yang dikelilingi daun kering, persis seperti apa yang ditampilkan di video tutorial. Hari semakin gelap dan Anto bukannya menciptakan api, dia malah menciptakan kelelahan. Dia lalu berbaring pasrah. Tak lama, Anto tertidur pulas.

Anto bermimpi.

Dia bertemu dengan seorang pria tua. Orang itu berbaju panjang putih, berambut puith dan berjanggut panjang yang juga putih. Tubuhnya bersinar. Tangan kirinya memegang tongkat panjang berbentuk rokok, tangan kanannya memegang rokok yang sudah terbakar.

Si orang tua menghisap rokoknya sejenak lalu berkata, “Wahai Anto si Perokok Berat, jikalau kamu ingin menyalakan rokok, gunakanlah api yang ada pada dirimu.”

“Siapa kamu?”, tanya Anto.

Sambil tersenyum tipis orang tua itu menjawab, “Aku adalah Dewa Rokok.”

Dewa Rokok? Anto bergidik heran. Dia tahu harusnya dia tidak kaget karena toh sebelumnya dia menemukan pohon rokok yang tidak kalah anehnya.

“Mengapa kamu tahu namaku?”

“Aku ini Dewa, wahai anak muda. Aku tahu dan kenal setiap insan yang setia memujaku dengan cara merokok. Disadari atau tidak”, Sang Dewa lalu menghisap lagi rokoknya.

“Lalu bagaimana caranya menyalakan api yang ada dalam diriku?”, tanya Anto.

Sang Dewa mendekat. Anto mencium bau rokok. Lalu Sang Dewa berkata, “Kamu harus menggesekkan niatmu dengan nafsumu untuk merokok. Bermeditasilah dengan khusyuk. Niat adalah apa yang terbesit di hatimu, sedangkan nafsu adalah keinginan yang berasal dari fikiranmu. Gesekan niat dan nafsu akan menghasilkan api yang mampu membakar rokok merek apapun.”

“Semudah itu kah?”, tanya Anto.

“Tidak semudah yang kamu bayangkan, wahai anak muda. Hati-hati dengan nafsumu, jaga dengan baik niatmu”, Sang Dewa menghisap rokoknya dalam-dalam sampai baranya hampir membakar filter rokoknya.

Sang Dewa lalu tiba-tiba menghilang bersama dengan munculnya kepulan asap, persis seperti petunjukan sulap.

Anto terbangun keesokan harinya. Dia berburu kelinci untuk sarapan. Tinggal berhari-hari di hutan membuatnya mahir dalam hal bertahan hidup. Jangankan kelinci, ayam dan babi hutan pun pernah diburunya.

Setelah selesai makan kelinci hasil buruan, Anto ingin merokok. Seperti perokok pada umumnya, Anto berpendapat bahwa selesai makan adalah waktu yang paling tepat untuk merokok. Aroma rokok selalu tambah enak ketika dihisap sehabis makan.

Berminggu-minggu tanpa rokok membuat dia terbiasa untuk tidak merokok setelah makan. Kini dia punya sebungkus rokok tersimpan aman dalam saku celananya, rasa asam di mulutnya muncul lagi. Sama seperti rasa rindu yang datang ketika tiba-tiba menerima pesan dari mantan di Instagram. Dia rindu ingin menikmati rokok, ikhlas memasukkan asap ke dalam paru-parunya.

Anto teringat akan mimpinya. Tentu saja dia tidak begitu saja percaya bahwa Dewa Rokok itu ada. Tapi setelah difikir kembali, menemukan pohon rokok pun adalah sebuah keanehan – mungkin Dewa Rokok memang ada.

“Tak ada salahnya mencoba,” gumamnya. Dia lalu bermeditasi persis seperti apa yang dikatakan Sang Dewa, memfokuskan niat untuk menciptakan api.

Tak lama, muncul jilatan-jilatan api oranye di sekujur tubuhnya. Api itu mulai membakar baju dan celananya. Anto merasakan hangat di tubuhnya, dia membuka matanya dan betapa terkejutnya dia ketika melihat sekujur tubuhnya mengeluarkan api seperti Human Torch dalam Fantastic Four. Dia lalu berusaha mengambil bungkusan rokok dari saku celananya. Tapi rokoknya telah terbakar bersama celananya. Segera, Anto berlari menuju pohon rokok. Larinya kencang sekali karena dia ingin segera merokok. Sangking kencangnya, tanpa sadar kakinya perlahan melayang. Dia terbang dan telanjang.

Sesampainya di Pohon Rokok, Anto hinggap di salah satu dahan. Nafsunya untuk merokok bertambah besar, api di tubuhnya mulai membakar dahan yang diinjaknya. Anto lalu memetik satu bungkus rokok yang sudah matang, tapi rokoknya langsung terbakar karena api yang ada di tangannya. Anto lalu memetik bungkus rokok yang lain, bungkusan itu pun langsung terbakar juga. Anto lalu mencoba memetiknya dengan mulut agar bisa langsung dihisap, ternyata percuma, lagi-lagi rokok itu langsung terbakar habis. Anto semakin kesal. Dia terbang memutari pohon dan menyambar setiap bungkus yang dilihatnya, berharap bisa merokok walau hanya satu hisapan. Namun semuanya sia-sia, karena api di tubuhnya semakin panas. Anto lalu berhenti melayang dan berdiri menghadap si pohon. Sungguh dia geram karena dia melihat banyak rokok di depan matanya tapi dia tidak bisa menghisapnya karena terbakar menjadi abu.

Dengan rasa kecewa Anto berteriak keras. Apinya semakin membesar, membakar rerumputan di sekitar kakinya lalu membakar pepohonan. Anto semakin kecewa. Kini apinya melahap seluruh hutan. Hutan yang hanya bisa dikunjungi oleh para perokok sejati, diundang oleh Sang Dewa.

---


# cerpen
Baca catatan lainnya