hey anugrah!


[Book Review] Flip Da Skrip: Kumpulan Catatan Rap Nerd Selama Satu Dekade

hiphophead, bergembiralah!

Flip Da Skrip: Kumpulan Catatan Rap Nerd Selama Satu Dekade
Copyleft (ɔ) Herry Sutresna, 2018

Penulis: Herry Sutresna
Penerbit: Elevation Books
Bahasa: Indonesia
Halaman: 240 halaman + sisipan
Harga: Rp. 120.000,-



“Musik bisa membuat seseorang berbuat bodoh tanpa batas” – hal. 10

Tahun lalu buku ini terbit, bulan lalu saya baru membacanya. Setelah asoy dengerin single Kontra Muerta dan album Demi Masa di Spotify, saya jadi penasaran sama buku ini yang merangkum catatan sepuluh tahun sang penulis tentang album-album Hip-Hop yang menurutnya bagus. Herry Sutresna yang biasa dikenal sebagai Ucok dan ketika menggenggam mic dia memakai moniker Morgue Vanguard, adalah seorang rapper dari grup Hip-Hop yang telah menyatakan bubar pada tahun 2007, Homicide.

Kalau kamu sudah sering dengar lagu-lagu yang Ucok terlibat di dalamnya, kalian pasti sadar betapa mewah dan kayanya lagu itu. Dari mulai beat yang tidak biasa, pemilihan sample, dan lirik yang sangat prosa langitan. Buku ini mungkin, bisa sedikit menjawab dari mana saja pengaruh yang Ucok dapat ketika membuat lagu-lagunya. Catatan sepuluh tahun, Ucok konsisten dengerin rilisan-rilisan Hip-hop dan bikin daftar mana saja yang menurut dia bagus. Edan teu tah? Jelas terlihat passionate sekali tah si Ucok teh terhadap Hip-hop. Maka jangan heran kalau lagu-lagunya dia teh edan-edan, da referensinya juga banyak pisan. Tidak generik pula, karena yang didengerin bukan yang ngambang di mainstream doang semacam Eminem dan Kendrick Lamar, melainkan jauh menembus ke dalam tanah semacam Ka, begitulah kira-kira apa yang saya dapet setelah baca bukunya.

I’m not a Hip-Hop head, tapi aing suka dengerin hip-hop. Jadi, buku ini teh aing pakai sebagai referensi lagu hip-hop mana lagi nih yang aing mesti denger. Soalnya, aing sudah suka lagu Homicide, harusnya, ada dong yang aing suka juga dari apa yang personil Homicide suka. Seperti saya yang jadi dengerin album Fear Of A Black Planet dari Public Enemy karena Ucok udah ngebahasnya di gutterspit.com yang merupakan blog personalnya. Dan dari situ aing jadi digging lebih dalam lalu aing kenalan sama Ice Cube, Rakim, dan tentu saja Tupac Shakur. Apalagi aing lebih seneng dengerin old school yang lebih lirikal semacam Rakim dari pada new school hip-hop yang kumur-kumur kayak Lil Pump. Selera sih ya itu mah. Suka-suka

Seperti suka-sukanya Elevation Books yang selalu ngebungkus paketannya pake apapun suka-suka dia. Waktu pertama kali belanja di Elevation, saya beli bukunya Herry Sutresna juga yang Setelah Boombox Usai Menyalak, bukunya dateng dengan dibungkus majalah bekas yang kece juga sebenernya itu gambar dari majalahnya. Nah, untuk yang Flip Da Skrip ini dibungkus pake plastik Uniqlo, goblok gak tuh anjing? Terus dibungkus lagi pake poster promosi kaset Homicide untuk album Godzkilla Necronometry, lumayanlah buat ditempel di kamar.

Ok, kita kesampingkan aja masalah perbungkusan itu. Dan saya bahas bukunya. Dengan bahasan yang suka-suka aing juga.

Ini buku yang arogan bagi saya yang suka dengerin Hiphop sebatas Iwa K, kadang dengerin Saykoji atau Pandji (aduh anjing kenapa aing malu ya? Apa karena kata Dethu si Pandji itu Sucker MC?). Intinya mah aing memang suka dengerin hiphop yang di permukaan, jadi mencerna apa yang direkomendasikan Ucok ini rada pe-er sih. (Aing sampe sekarang gak ngerti siah gimana mencerna lagu-lagu Ka yang musiknya gak ada beatnya itu dan ngerapnya kayak monolog aja gitu)

Kearoganan buku ini terletak dari bagaimana Herry Sutresna aka Ucok (selanjutnya aing bakal pake nama Ucok aja lah ya, lebih enakeun), merefleksikan sisi personalnya tentang album-album apa aja yang dia anggap bagus. Pembahasannya juga mendalam. Banyak sisi teknikal rap yang dia bahas, seperti: flow, cadence, beat, multisyllable dan lain-lain yang mungkin bagi awam bakal gak ngerti kalau engga googling dulu.

Sisi personalnya itu lah yang aing suka. Subjektivitasnya kental sekali. “Bahayanya” bagi awam kayak gue ini adalah lo bakal mudah untuk mengamini apa yang dia sebut bagus mengingat dia itu memang God di kancah hiphop underground endonesa ini. Tapi kembali lagi ke masalah selera sih. Kadang ada yang emang menurut gue juga enakeun semacam lagu Essential nya Killah Priest atau White Nigger nya Ill Bill. Oiya aing gak dengerin satu album full. Alhamdulillahnya si Ucok ini suka ngasih rekomendasi lagu apa aja yang pantas didenger untuk first listener. Kadang ditambah juga snippet lirik yang menurut dia asoy (seringnya sih kalau rimanya bagus). Thanks to the internet. Hari ini gampang banget nyari album. Spotify siap membantu walau ada juga sih yang ga ada. Kalau masalah lirik, genius.com siap diandalkan.

Gue jadi ngerti kenapa album Nas yang Illmatic adalah magnum opus. Ucok sering jadiin album itu pembanding bagi rapper-rapper muda yang ngeluarin album bagus. Aing juga ngerti kenapa Eminem itu lirikalnya bagus, ini juga sering dijadiin pembanding buat rapper-rapper yang lirikalnya bagus juga. Meski, kalau Ucok ngebahas Eminem mah aing suka rada sakit hati karena memang di rentang 2007 – 2017 gak ada album Em yang dianggap bagus. Aing rada senyum ketika ada album Eminem yang sama Ucok hanya dimasukin honorable mentions untuk album Marshall Matters 2. Ternyata idola aing satu ini gak bener-bener mati. Rakim juga sering disebut-sebut sebagai orang yang merubah tatanan dunia ngerap.

Jujur aing rada-rada bosen baca ulasan-ulasan album dari musisi yang aing gak kenal sama sekali. Untungnya saja, Ucok juga nyelipin tulisan-tulisannya yang berhubungan dengan Hip-hop. Dari mulai sejarah hiphop yang dimulai dari sebuah pesta taman di New York, rilisan-rilisan fisik era awal, tutupnya toko Fat Beats yang punya peran penting bagi penjualan album fisik, penjarahan yang malah menyebarluaskan hiphop, pengalamannya “manggung” sama Public Enemy di Jakarta, kekecewaannya pada beberapa rapper yang menurut dia berubah jadi buruk (anying Ice Cube disebut memburuk euy, padahal aing masih suka dengerin Gangsta Rap Made Me Do It dan It Was A Good Day), hingga obituari bagi penggiat hiphop yang sudah meninggal. Itu semua teh ya jadi semacam informasi yang asik karena, lagi-lagi, dibawakan secara personal. Jadi gak kaku kayak lagi baca majalah.

Buku ini juga ngerubah pandangan saya tentang orang-orang yang saya kira ngerapnya itu ga bagus semacam RZA yang saya cuman tau dia di lagu Carry It nya Travis Barker bersama Raekwon dan Tom Morello. Apalagi saya memandang si eta teh konyol di film absurd yang dia sutradai sekaligus jadi aktornya juga, The Man with the Iron Fists. Jadi keliatan keren siah di buku ini mah. Begitu juga dengan Method Man yang terakhir saya liat di video klipnya CL yang Lifted (ternyata CL teh biting liriknya Method Man), dan di film komedi bersama Kevin Hart yang berjudul Soul Plane. Ternyata dia teh keren ajig! gak sekonyol yang aing kira.

Cocok siah buku ini mah bagi para rapper buat nambah referensi lagu-lagu hiphop bagus a la Morgue Vanguard. Gak heran sih Homicide, Bars of Death dan album Demi Masa yang digarap sama Doyz itu bagus-bagus. Dengerin albumnya aja banyak pisan si Ucok teh.

Tapi tetep, balik lagi ke selera akhirnya mah. Da ada aja yang kata saya mah gak enakeun. Aing masih gak ngerti sama lagu-lagunya Ka. Sok aja dengerin. Gak nyampe buat aing mah euy.

Akhirnya aing nobatkan Killah Priest jadi masuk jajaran rapper kesukaan saya bersama Eminem, Rakim, Ice Cube dan Dead Prez (M-1 dan stic.man).

---


# review
Baca catatan lainnya