hey anugrah!


[Book Review] Para Bajingan Yang Menyenangkan

benar-benar novel mbajingan

“Mbut, Jembuuuut!”

“Don’t judge a book by its cover” itu basi! Aku membeli buku ini dengan 100% menilai covernya. Sinopsis di sampul belakangnya aja gak saya baca pada waktu itu.

Komposisi gambar komik yang nyentrik, nama Puthut EA, judul yang mBajingan, dan logo MOJOK di kanan atas, udah cukup bagi otak saya untuk dengan cepat menyimpulkan bahwa tidak akan rugi bila buku ini saya beli. Padahal, saya belum pernah sekali pun baca karya-karyanya Puthut EA, cuman pernah denger namanya doang, itu pun langka banget. Jadi, buku ini adalah perkenalan saya dengan karyanya Puthut EA. Pun, ini pertama kali aku baca buku dari penerbit Buku Mojok.

Biasanya, bagi saya, perkenalan pertama itu menentukan apakah saya akan beli lagi karya lain si penulis atau tidak. Contohnya waktu pertama kali baca bukunya Dee yang Supernova: Akar, saya langsung jatuh cinta dan akhirnya sebagian besar karya Dee saya beli. Sepertinya karyanya Puthut EA pun akan begitu. Di Minggu pagi ketika saya tamat membaca buku ini, saya bakal ngasih rating maksimum.

Novel ini menceritakan tentang nostalgia hubungan persahabatan enam orang mahasiswa UGM penggemar judi. Mereka adalah Puthut, Almarhum Jadek, Bagor, Kunthet, Proton, dan Babe. Bajingan memang. Kalau dibilang asu ya asu kehidupan mereka ini. Apalagi hidupnya Almarhum dan si Bagor yang memang porsi ceritanya lebih besar daripada yang lain. Puthut juga sering muncul, tapi dia kan narator, sudut pandangnya pun dari dia. Jadi Puthut ini ibaratnya Watson dalam Sherlock Holmes.

Di awal, sebelum masuk cerita pun, maneh udah diajak guyon dengan memplesetkan Dead Poets Society menjadi Jackpot Society. Kebetulan saya suka film Dead Poet Society, jadinya ya bajingan aja gitu konyolnya teh.

Pertama masuk ke cerita, sudah disuguhi konflik yang lumayan bajingan tentang Almarhum dan si Puthut. Mulailah otot-otot senyum saya bergerak, dan sumpah, sang penulis sungguh konsisten dalam membawa jenaka pada alur cerita yang maju-mundur seenaknya. Tak jarang pula si penulis lompat dari cerita karakter satu ke karakter yang lain dengan tetap jenaka dan gak ngganjel untuk terus diikuti. Jadi, pembaca serasa ngegosip gitu sama si narator, gosipin temen-temen si narator gitu. Pokoknya gitu lah rasanya. Wuenak pol, kaya gosip. Sialan. Jembut!

Penggunaan Basa Jawa yang banyak muncul pada dialog bikin aku baca novel pake logat jawa yang medok-medok gitu. Tenang, kalaupun gak ngerti, penulis udah nyiapin kamus di bagian belakang. Ini mirip 1984-nya George Orwell yang ada kamus bahasa Newspeak-nya. Bedanya, kalau ini basa jawa asli ada di dunia, Newspeak kan fiksi.

Guyonan-guyonannya pun bagi saya selalu berhasil. Saya bahagia sekali baca buku ini dari awal sampai akhir.

Kadang suka agak dark comedy juga sih. Ngeguyonin agama atau polemik orde baru menjelang 98 yang memang si penulis bisa bikin itu semua jadi lucu, menurutku. Asal pikiranmu terbuka, komedi gelap ini memang layak untuk dinikmati kok.

Novel ini kuat di karakter sih. Plotnya itu, menurutku ya, gak terlalu penting. Meskipun, plot itu harus ada. Ya kalau ga ada plot bukan cerita namanya. Tapi tetep asik kok. Ini mah kayak memoar aja gitu. Kalau novel ini ternyata diangkat dari kisah nyata, wuiiiih, wuedan pol. Salut saya sama penulisnya yang punya hidup berwarna dan bisa didokumentasikan dengan jenaka.

Kamu pasti pernah kan denger cerita temanmu yang konyol dari temanmu yang lain? Nah kayak gitu rasanya.

Seriusan! Ini asik loh dibaca di waktu luang ketika kerjaan udah selesai dan mau bergembira dengan membaca novel, atau waktu di toilet sambil boker pun ok.

Salam hormat dariku wahai Jackpot Society!

---


# review
Baca catatan lainnya