hey anugrah!


Bengkel Siasat

tuangan pikiran menunggu kereta

Daftar isi:
Episode #0 : Kenapa ga nulis aja?
Episode #1 : Siasat-siasat
Episode #2 : Pasca-kebenaran
Episode #3 : Sepatu yang sama (👍 recomended)
Episode #4 : Percaya Tuhan
Episode #5 : Gak Nyaman
Episode #6 : Baca Buku
Episode #7 : Opini Imposter
Episode #8 : Khawatir Masa Depan
Episode #9 : Terlalu Malam
Episode #10 : Seimbang
Episode #11 : Ide-ide Gabut
Episode #12 : Karena Gampang
Episode #13 : Mundane
Episode #14 : Menulis untuk Diri
Episode #15 : Rap
Episode #16 : Dewasa
Episode #17 : Back to 7 (🧩 for you)
Episode #18 : Buku Berguna
Episode #19 : Menyiasati Stress
Episode #20 : Berutopia (🌟 best pick)


Episode #0 : Kenapa ga nulis aja?

17 Oktober 2024

“Kenapa ga nulis aja?”

Gitu kata temenku ketika aku bilang sekarang ini aku sering berangkat kerja pake kereta dan seringkali gabut.

Biasanya aku nonton youtube. Lama-lama bosen juga ya. Atau dengerin podcast, eh bosen juga ya. Padahal pilihan konten banyak. Apa karena kebanyakan pilihan? Jadi lama nyari konten ketimbang nikmatin konten?

Sepertinya ide temenku itu ok juga untuk menghalau kebosanan.

Sebagai anak yang pernah belajar sastra, kata ‘menulis’ jadi trigger yang dengan instan mengguncang ego. Walau, aku adalah pembelajar yang buruk.

“Ok. Aku akan menulis”

Menulis apa? Apapun. Sampah banget lah.

Berfaedahkah? Tentu tidak!

Mulai aja dulu.

Ini adalah episode 0 (nol). Awal permulaan. Zarah alam semesta seri tulisan ini. The singularity. Yang nanti akan meledak dan menyusut kembali yang gatau berapa lama periode itu berlangsung.

Aku namai seri ini dengan : Bengkel Siasat


Episode #1 : Siasat-siasat

18 Oktober 2024

Rutinitas itu memang membosankan. Kalau rutinitasnya gak disukai.

Biar ga bosan gimana ya?

Kalau aku ya sekarang mah mencoba menyelinapkan apa yang aku suka di tengah rutinitas yang ga aku suka.

Misal, aku menulis saat nunggu kereta di stasiun.

Atau, aku menyiasati waktu luang di kantor dengan ngoding - bikin aplikasi sederhana yang memudahkan pekerjaanku. (Hasil koding iseng-iseng bisa dilihat di https://heyanugrah.com/koding)

Pokoknya meminimalisir keluh kesah. Meminimalisir ngegosip juga.

Kayaknya hidup ini apalagi sih selain perihal menyiasati kebosanan, kesuntukan, dan kekesalan?

Syukur-syukur jadi produktif dan bisa ngebahagiain orang tersayang.

Aminin dong. Aamiin.


Episode #2 : Pasca-kebenaran

19 Oktober 2024

Era post-truth. Maka, jangan pernah telan mentah-mentah apa yang saya tulis di seri ini. Selain unfaedah, tulisan ini sangat tidak merepresentasikan saya di dunia nyata.

Tentu, saya akan pilah apa yang saya kira bagus, keren, dan menarik perhatian untuk saya tampilkan di sosial media. Kamu juga gitu kan?

Kalau kata Gill Scott-Heron, “The revolution will not be televised”, mari kita edit dikit jadi : perubahan tidak akan pernah disosial-mediakan.

Scripted. Staged. Manipulated.

Yang nyata berubah akan selalu terjadi di dunia nyata.

Ngomong apa sih saya ini? Ya biar terkesan keren aja.

Cari perhatian di dunia maya, karena di dunia nyata lebih nyata resikonya.


Episode #3 : Sepatu yang sama

20 Oktober 2024

Aku bersyukur hidup di kota yang lambat. Tidak terburu-buru. Gak tau juga ya kalau aku dari kecil tetbiasa di metropolitan seperti Jakarta misalnya.

Selow aja gasih hidup mah? Apa sih yang mau dikejar?

Engga ding. Banyak! Aku mau uang yang banyak!

Tapi stress gasih ngejar uang mulu? Engga, kalau tau uang itu mau dipake apa.

“Biarkan uang yang mengejar kita!”

Apaan sih? Kalau diem-diem aja mah mana ada uang yang dateng.

Investasi dong!

Ah men, aku terlalu tolol untuk itu, yang real aja lah ya. Kerja, capek, dapet duit, istirahat.

Kalau kata temenku si Fahmy: ‘Strong Why’ nya harus dapet dulu. Jadi bensin ikhlasnya tuh ada mulu.

Kadang, suka ngerasa capek kan? Tenang, banyak orang juga capek. Kita berjalan di atas sepatu yang mirip-mirip.

Setiap pagi aku naik kereta api bersama ratusan orang yang  juga berusaha nyari uang. Dalam hati aku bilang, “ah, aku gak sendirian”.

Syukur. Ikhlas. Tawakal. Bareng-bareng aja kita. Gerutu dikit-dikit boleh. Manusiawi.


Episode #4 : Percaya Tuhan

21 Oktober 2024

Semakin dewasa, semakin banyak tanggung jawab, semakin terasa kalau saya butuh Tuhan.

Punya Tuhan itu enak. Mau mengeluh, mau meminta, mau berharap, tinggal menghadap Tuhan aja. Agama saya Islam, jadi saya tinggal Salat aja.

Belakangan lagi rame filosofi stoik kan? Di Islam ada ridha, ikhlas, dan tawakal yang sebenernya saya udah dapet pembelajaran itu sedari kecil. Kenapa saya ngerti tentang itu saat baca buku “Filosofi Teras”-nya Henry Manampiring ya?

Mungkin karena saya di saat ini lebih pintar dari saya di masa lalu. Walau, gak pinter-pinter amat sih.

Tapi ya kalau ngejar logika terus, hanya ngandelin intelektualitas itu lama-lama capek. Spiritualitas jadi tempat untuk saya istirahat sambil mendulang harapan.

Apa sih yang lebih menenangkan dan memberi harapan dari kalimat “Rencana Tuhan adalah rencana terbaik?”

Ketika mumet melanda dan menjadi badai di otak, tinggal serahkan pada Sang Maha Kuat, maka saya akan jauh lebih tenang.


Episode #5 : Gak Nyaman

22 Oktober 2024

Tubuh ini mudah dimanipulasi otak. Ketika males, ketika melakukan hal yang sia-sia untuk mendulang dopamin, itu kan otak yang nyuruh.

Mungkin ini karena bawaan nenek moyang kita pada zaman dahulu kala untuk bertahan hidup. Menghindar dari ancaman.

Kayaknya otak ini perlu kita siasati juga. Aku ketika berada di tempat yang nyaman, langsung dipeluk kemalasan. Mungkin karena otakku tahu gak ada ancaman apapun di situasi yang nyaman ini.

Maka, sesekali badan ini harus dibawa ke situasi yang tidak nyaman supaya si otak bekerja untuk menyiasati ketidaknyamanan yang dirasakan.

Aku lebih lancar menulis di stasiun ketimbang di rumah. Mode “kerja” otomatis berjalan ketika melewati gerbang kantor.

Austin Kleon - seorang seniman kontemporer dan penulis buku “Steal Like An Artist” - membelah kamarnya menjadi dua bagian. Satu bagian untuk bekerja, dan yang satunya lagi untuk bersantai.

Ketika bertemu writer’s block, Dee Lestari memaksakan diri untuk mandi. Setelah mandi, dia bisa menulis lagi.

Mungkin ya, ketika ada di situasi tidak nyaman, otak ini akan berfikir: gimana ya supaya situasi ini jadi nyaman?

Di kasusku, ketika aku di stasiun - yang tentu saja bukan tempat yang nyaman dibanding rumah - otakku berfikir bahwa menulis bisa menambah kenyamanan. Maka dari itu aku menulis.

Sepertinya, gak nyaman sesekali itu gak apa-apa. Supaya ide kreatif muncul.

Uniknya, berlama-lama males-malesan juga bikin gak nyaman. Setelah malesnya mentok, pasti si otak cari jalan keluar gimana caranya menyiasati kemalasan yang mulai membosankan.


Episode #6 : Baca Buku

23 Oktober 2024

Banyak buku yang aku tidak mengerti ketika dibaca pertama kali. Ketika aku membacanya yang kedua kali, aku mulai lebih paham. Semenjak itu aku percaya ketololan bisa terkikis.

Apakah membaca buku bisa bikin orang jadi pintar seperti yang dibilang orang-orang? Aku gak tau.

Apakah ketololanku terkikis karena membaca buku atau karena bertambah tua? Sepertinya karena bertambah tua ya.

Namun, saya bertambah tua sambil baca buku juga sih.

Syukur, aku masih minat untuk baca buku. Pembelaan tentang minatku ini bisa jadi seperti ini: kalau aku gak baca buku, kayaknya aku masih melakukan hal-hal tolol seperti dulu. Walau, aku bukan orang yang pintar juga sih.

Banyak baca dan banyak tahu informasi itu enak untuk ngobrol. Ada aja topik yang bisa dibahas. Membuat ngobrol lebih bermakna.

Pernah ga sih kamu di tongkrongan terlibat dalam obrolan unfaedah apalagi sampai ngomongin orang? Lalu ketika pulang kamu bertanya-tanya “Tadi ngapain ikut nimbrung ya?”, juga energimu seperti terkuras, lelah lunglai.

Pernah? Nah, ngurangin yang kayak gitu lah setidaknya.


Episode #7 : Opini Imposter

24 Oktober 2024

Ketakutanku dengan nulis-nulis begini adalah aku dianggap menggurui. Imposter Syndrome? Mungkin.

Yang aku bisa kontrol adalah niatku. Aku hanya ingin mengisi waktu luang dengan menulis. Yang paling mudah adalah menuliskan apa yang sedang dipikirkan saat itu juga. Seringkali bersinggungan dengan yang apa aku resahkan. Mirip seperti stand up comedian, hanya saja tidak lucu. Aku hanya beropini.

Lagi pula aku masih mengamini pepatah: Opinions are like assholes. Everybody has one and they stink.

Jadi, opini ya opini aja. Setiap orang punya dan itu gak penting.

Menjadi penting bagiku ketika beropini dalam tulisan dapat melepas penat. Sama seperti Uwa saya yang melepas penat dengan mancing di empang.


Episode #8 : Khawatir Masa Depan

25 Oktober 2024

Khawatir dengan masa depan. Memikirkan sesuatu yang belum pasti terjadi. Padahal belum tentu juga kita bakal sampai di masa depan yang kita khawatirkan itu ya?

Yang harus disyukuri adalah fakta bahwa kita masih hidup sampai detik ini.

Gak bisa dihindari juga bahwa kita pasti mikirin masa depan kita mau seperti apa.

Mengejar mimpi, salah satu contohnya.

Yang paling mungkin dan paling mudah adalah menyusun rencana untuk mencapai itu dan menjalaninya hari demi hari.

Hari ini lakukan yang sebaik mungkin lalu istirahat.

Dipikirin terus mah gak akan jadi apa-apa. Gerakin aja dulu. Susun tangganya satu-satu.

Ambruk. Bikin lagi.

Jangan lupa istirahat. Berkumpul dengan orang-orang tersayang.

Mengutip dari Praz Teguh, “Semoga lelahmu mendapatkan tuahnya”


Episode #9 : Terlalu Malam

26 Oktober 2024

Politik. Bukan, aku gak tertarik ngomongin politik negara ini di sini. Ini tentang politik sehari-hari. Di tempat kerja, di rumah tangga, dan di hubungan sosial.

Mau ga mau setiap orang ngambil satu peran. Nama-nama peran itu bisa disebut apapun. Alpha, beta, sigma, leader, follower, boss, kacung, staf, kepala, sahabat, mentor. Apapun.

Mau ga mau juga ada jual-beli kuasa atau power. Negosiasi.

Tentukan siapa yang bisa jadi kawan dan siapa yang harus dikawani.

Juga siapa yang harus dihindari. Siapa yang harus jadi objek penderita. Siapa yang harus dijilat. Siapa yang harus jadi lawan dan siapa harus dilawani.

Siapa yang harus dibantu.

Nurani selalu memberikan yang terbaik. Berperan malaikat. Sedangkan otak mah engga dengan sistem “flight or fight”-nya. Baik dan buruk bisa diatur ulang.

Kapan waktu yang tepat untuk flight. Juga, mengukur kemampuan lawan untuk fight.

Lelah ya kawan. Istirahat. Tidur.


Episode #10 : Seimbang

30 Oktober 2024

Hidup kan bukan untuk kerja doang ya, tapi kenapa kerjaan suka menyita pikiran dengaj porsi besar?

Apa karena tanggung jawab? Perihal keluarga pun tanggung jawab juga kan?

Tapi aku kerja untuk keluarga.

Untuk menafkahi mereka kan? Kayaknya nafkah ga hanya materi deh, iya kan?

Kehadiran seorang bapak untuk anak, dan suami untuk istri juga penting.

Eh, diri sendiri juga penting gak sih?

Kalau kata orang sih harus work-life balance ya.

Cuma agak tricky aja menyiasati keseimbangan itunya.

Manfaatin teknologi bisa lumayan bantu untuk itu.

Biarkan mesin untuk kerjaan yang berulang. ChatGPT bisa dipakai untuk pertolongan cepat diskusi ide yang semrawut diotak.

Gunakan otak benar-benar untuk berfikir.

Pelajari IT untuk kecepatan informasi dan memutus komukisasi basa-basi yang ga penting.

Komunikasi sama keluarga kalau pulang telat atau ga balik sama sekali.

Setelah pulang kerja, apresiasi diri sendiri. Cium istri, cium anak. Istirahat.

Berdoa.


Episode #11 : Ide-ide Gabut

31 Oktober 2024

Di hidupku, ada hari yang waktu luangnya banyak.

Seperti yang suka dibagikan di story Soleh Solihun, orang dengan banyak waktu luang bisa melakukan hal-hal ajaib. Berfaedah ataupun tidak. Pokoknya ajaib.

Kerjaanku fleksibel banget. Aku bisa ngatur kapan aku mau sibuk seharian atau malah gabut seharian. Gak jarang juga terjebak di situasi bingung mau banyak kerja atau enggak.

Aku suka memakai waktu gabut untuk berpikir ide-ide. Pikiranku ketika melamun ide-ide selalu ajaib-ajaib. Aku senang dengan itu. Namun ide itu abstrak sebelum dieksekusi.

Tak jarang aku merasa hatiku kopong atau malah mengganjal ketika seharian berfikir tapi ide yang didapat belum dieksekusi.

Harus agak dikerjain dikit-dikit tuh. Supaya dapet kepuasannya walau nyicil.


Episode #12 : Karena Gampang

5 November 2024

Saya punya personal website yang diniatkan jadi internet playground untuk saya pribadi. Eh ternyata, saya malah sering ngepost di instagram.

Kenapa? Karena di instagram lebih mudah. User friendly. Supaya pada bikin konten. Instagram tinggal nyelipin iklan.

Kenapa websote saya ga user friendly? Karena saya tolol. Kudu buka PC mulu kalau mau update. Mau dimutakhirkan sayanya belum mau.

Kalau kata James Clear, jika mau bikin habit baru, dimulai dari yang mudah dulu biar kebentuk dulu kebiasaannya. Baru tambah kesulitannya dikit-dikit.

Itulah alasannya saya dan kamu seneng banget mantengin sosial media. Karena apa? Karena gampang.

Website saya jauh lebih ribet untuk nge-updatenya. Mangkanya saya sering ngepost di instagram.


Episode #13 : Mundane

7 November 2024

Aku meyakini, semakin nambah tua semakin “hambar” emosi yang dirasa. Jarang banget nemu emosi yang membuncah-buncah hebat.

Seneng ya seneng biasa aja. Kesel ya kesel biasa aja. Marah ya di momen itu aja. Sedih ya gitu aja udah.

Mau apapun emosi yang lewat, hidup terus berjalan. Waktu terus maju gak pernah mundur.

Yaudahlah, nikmatin aja semuanya.

Syukuri bahwa diri ini masih hidup dan masih diberi kesempatan belajar banyak hal.

Kecewa gak perlu terlalu dalam, bangga pun secukupnya aja. Toh kecewa dan bangga bakal datang gantian terus-terusan sampai mati.


Episode #14 : Menulis untuk Diri

9 November 2024

Menulis jurnal semacam ini adalah salah satu cara berbicara dengan diri sendiri. Tentang ide, kekhawatiran, dan harapan.

Kapan terkahir kali kamu berbicara dengan dirimu sendiri? Kapan terakhir kali kamu memahami dirmu sendiri? Kapan kamu mengerti dirimu sendiri?

Dunia berlari begitu cepat. Kita naik di atasnya yang terkadang lupa mau kemana kita dibawa si dunia ini.

Menurutku, menulis adalah solusi paling enak. Bengong juga enak sih. Tapi dengan menulis, kita bisa baca lagi tulisan kita dan kita akan lebih ingat apa yang kita pikirkan entah itu ide atau harapan untuk masa depan.

Aku adalah tipikal orang yang harus selalu diingatkan. Ngandelin orang lain itu tidak pasti. Diri sendiri adalah kunci. Menulis membantuku mengingat apa-apa yang mesti aku lakukan.


Episode #15 : Rap

10 November 2024

Terakhir aku bikin lirik rap karena ikutan tantangan dari Joemill. Dikomentarin, dikrikitk. Intinya, rapku jelek.

Kalau dari nilai yang diberi Joe sih ga jelek-jelek amat. Biasa aja. Masih ada yang dibawahku dan itu bikin lega.

Jujur, aku selalu tenang kalau masih ada orang yang dibawahku.

Apakah aku akan berhenti ngerap? Tidak dong. Mau bikin lagi kalau ada kesempatan yang cocok. Santai aja ya kan? Toh bukan rapper ini.

Karena ngerap itu bisa nulis lirik panjang. Bisa bercerita banyak. Enaknya, nyeritain semuanya di atas beat dan ngutak-atik rima.

Ya, rap adalah format alternatif lain untuk menulis. Supaya aku nulisnya ga bosen gitu-gitu aja. Rap memberikan variasi yang asoy.


Episode #16 : Dewasa

17 Desember 2024

Menurut Mark Manson dalam bukunya Everything is Fucked, dewasa berarti melakukan sesuatu yang benar tanpa pamrih - tanpa mengharap timbal balik apapun.

Yang dimaksud dengan ‘benar’ adalah apa-apa yang didapat dari common sense untuk membuat dunia ini jadi lebih baik.

Prinsipil.

Kalau apa yang dilakukan secara prinsip itu membuat diri ini bahagia, ya alhamdulillah. Kalau enggak, ya ridho aja, memang itu jalan hidup yang harus ditempuh karena sungguh merasa menderita adalah konstanta kehidupan.

Menderita itu pasti. Kesenangan adalah bonus.

Manusia bisa dan harus memilih penderitaannya masing-masing. Menderita untuk berkorban bagi yang disayangi layaknya superhero.

Kerja untuk keluarga. Olahraga untuk diri sendiri. Pulang untuk orang tua. Semua butuh usaha. Semua butuh pengorbanan. Disadari atau tidak, ada penderitaan di situ, secuil atau banyak.


Episode #17 : Back to 7

5 Januari 2025

Brickman dalam risetnya menghasilkan istilah tradmill hedonic yang berarti manusia dapat beradaptasi akan apapun yang terjadi pada dirinya.

Mau dapat pengalaman bahagia atau buruk, keadaan manusia akan balik lagi ke nilai normal. Nilai 7, seperti yang dikutip oleh Manson.

Maka kini aku punya mantera : back to 7.

Seperti Rancho dengan mantera “allizwell” dalam sinema 3 Idiots.

Aku percaya semua akan baik-baik saja. Akan normal. Akan lurus lagi. Bahagia sejenak lalu normal lagi, sedih sejenak lalu normal lagi. Kembali ke angka tujuh.

Bukankah menurut “Al-An’am : 32”, dunia ini senda gurau saja?

Iya kan? Enjoy-in aja.


Episode #18 : Buku Berguna

14 Januari 2025

Seorang Guru bilang, bacalah buku yang lagi kamu butuhkan.

Sialnya, aku ragu apa yang aku butuhkan. Aku baru saja membaca buku Friedrich Nietszche karya Roy Jackson, sebuah manual untuk tulisan-tulisan filsuf jerman pembunuh tuhan itu.

Apakah aku sedang butuh filsafat Nietszche? Aku ragu.

Apakah aku menikmati buku itu? Tentu!

Apakah buku itu berguna untuk hidupku? Aku gak tahu.

Yang aku tahu, buku-buku memberiku banyak informasi dari buah karya pemikiran si penulis. Aku hanya bisa berharap itu bisa berguna di kemudian hari.

Mungkin aku terlalu berharap banyak pada buku-buku.

Kini aku sedang membaca Ego is the Enemy karya Ryan Holiday, katanya itu buku bagus.

Untungnya, aku tahu kini aku sedang membutuhkan buku itu. Semoga saja berguna.


Episode #19 : Menyiasati Stress

26 Februari 2025

Kayaknya yang bikin hidup itu gak enak adalah ketika stress tidak dikelola dengan baik.

Apapun yang manusia kerjakan adalah usaha untuk menyiasati stress. Mau itu uang, pasangan hidup, party-party pusing, rekreasi dan olahraga.

Aku menulis supaya otak tidak mumet. Kerja supaya dapet uang sehingga kemumetan bayar-bayar jadi teratasi. Healing-healing pelesiran supaya pikiran tenang sekaligus kabur dari realita sejenak.

Siasat-siasat ini silih berganti. Manulisku berkurang, olahragaku naik. Liburanku berkurang, nyari duit makin getol. Ganti-gantian kayak rolling pemain kalau kamu main Football Manager.

Yang dicari tetep sama ujung-ujungnya: rekayasa kimiawi di otak untuk menurunkan kadar kortisol.

Supaya bisa tidur enak, cepat atau lambat.


Episode #20 : Berutopia

17 Maret 2025

Merengkuh idealisme itu sulit ketika sudah harus mikirin dapur ngebul. Padahal, idealisme yang menghasilkan ide utopia itu sungguh menyenangkan. Ekstase tertinggi dalam berpikir.

Bermimpi.

Mimpi yang tidak terbatas. Pikiran dengan banyak tentakel yang merengkuh ide-ide di segala sudut.

Kami, bapak-bapak. Bukan! Aku adalah seorang bapak yang sedang menumbuhkan keluarga kecilku untuk menjadi sangat sejahtera sekali.

Sehingga,

Kerjaan sembilan ke lima bisa berkurang. Waktu luang makin banyak. Bisa melamun lebih lama. Baca buku, seruput americano, dan cemilan ringan. Kembali ke mode muda - mode mahasiswa yang tidak terlalu memikirkan tetek bengek tagihan.

Aku ingin berideologi lagi dengan ribuan informasi yang kuterima. Berutopia dan mengakarinya.

---


# diary
Baca catatan lainnya